Penerapan e-learning yang dilakukan oleh BNI telah menghasilkan penghematan yang signifikan terutama dari praktik pelatihan yang kini bisa dilakukan dari jarak jauh. Dari satu aktivitas ini saja, sejak diresmikan oleh Direktur Utama pada November 2006 sampai dengan Juli 2007, BNI telah menghemat biaya sebesar Rp 64 miliar.
Demikian diungkapkan oleh VP bidang HR BNI Lies Purwani dalam perbincangan dengan PortalHR.com di Jakarta. E-learning hanyalah salah satu dari buah pembaruan yang dilakukan BNI dalam Human Capital Management System (HCMS) yang telah diotomatisasikan dengan Human Resourse Information System (HRIS).
Penghematan lain yang dicapai berkat otomatisasi HCMS adalah biaya survei, tes-tes tertentu untuk karyawan, asessment sampai ke sistem penggajian itu sendiri. Namun, Lies buru-buru menegaskan bahwa penghematan itu tentu saja tergantung dari skala perusahaan. "BNI kan besar, pegawai kita banyak ada di mana-mana dari Aceh sampai ujung Papua, bahkan sampai ke luar negeri. Nah, penghematan paling besar kita peroleh dari pelatihan," jelas dia.
"Biasanya kalau pelatihan teman-teman kita datangkan ke Jakarta atau ke wilayah. Dengan e-learning biaya transpor bisa dipangkas, ini menjadi komponen terbesar penghematan, selain dari uang saku, penginapan dan uang makan," tambah Lies.
Sedangkan untuk sistem penggajian, otomatisasi telah memangkas biaya-biaya yang sebelumnya diperlukan untuk perhitungan manual yang harus dikerjakan oleh pegawai bagian umum masing-masing divisi. "Dulu, uang lembur, pajak non rutin, DOP, uang cuti, uang makan, dihitung secara manual," ujar dia.
Lies Purwani mengakui bahwa pembaruan sistem yang dicanangkan sejak Oktober 2005 tersebut memunculkan pro Dan kontra. Sebab, tidak dapat dimungkiri bahwa di balik penghematan-penghematan besar yang dicapai, ada fasilitas-fasilitas tertentu yang dirasakan hilang oleh karyawan. Bahkan, ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dihapus
Namun, Lies melihat dari sisi lain. "Oke, ada pekerjaan yang hilang tapi kita justru bisa lebih fokus, orang-orangnya kira re-deploy, dilatih lagi dan dibekali untuk mengisi unit bisnis pada divisi lain," jelas dia sambil merinci ada sekitar 47 pegawai yang di-redeploy dari bagian umum ke unit bisnis dan unit lainnya setelah adanya sentralisasi sistem penggajian dan otomasi pekerjaan-pekerjaan administratif lainnya.
Sedangkan untuk pelatihan, dengan adanya e-learning, para karyawan dari daerah merasa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan ke Jakarta atau wilayah-wilayah lainnya. "Kembali ke komunikasinya," tegas Lies. "KIta jelaskan ke karyawan bahwa e-learning tak menghilangkan segalanya, karena tak semua pelatihan toh bisa lewat online, ada yang memerlukan interaktif dan role play sehingga kesempatan untuk datang ke Jakarta masih ada".
Menurut Manajer HRIS BNI Sumarno, berbagai pro-kontra, silang pendapat dan keberatan yang muncul dari perubahan besar yang terjadi di BNI memang harus diterima dan dikelola dengan baik sebagai bagian dari perubahan paradigma.
"Dari awal kita telah melakukan sosialisasi, kita jelaskan bahwa kita akan mengganti sistem termasuk sistem HR karena secara keseluruhan sistem perbankannya juga berubah, mengikuti perkembangan HR yang makin strategis," ujar dia.
Selain sosialisasi dari awal, perusahaan juga memberikan stimulus-stimulus untuk mensukseskan program perubahan yang dilakukan. "Misalnya, kita ada program Learner Award untuk pegawai yang aktif melakukan pembelajaran melalui e-learning. Award tersebut berupa insentif sejumlah rupiah tertentu bagi yang telah menyelesaikan courseware, hadiah laptop bagi best performers hingga training ke luar negeri," papar Sumarno.
Toh, dengan semua upaya tersebut, tantangan selalu ada. Kuncinya, baik Lies Purwani maupun Sumarno sepakat, program-program tersebut harus selaras dengan strategi bisnis dan komitmen dari line dan top management. Dan, yang penting, semua itu harus terintegrasi. "Sejauh ini kita boleh dibilang sukses karena memiliki HRIS yang mendukung," ujar Sumarno.
Menurut Lies, beberapa inisiatif sudah menunjukkan hasil, misalnya produktivitas karyawan meningkat. "Diharapkan, dengan adanya perubahan sistem dan paradigma ini, karyawan bisa semakin engange, dan itu artinya tidak hanya senang kerja di sini, tapi terus mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kinerja perusahaan."
Sedangkan, untuk penghematan tadi, Lies yakin akan terus berlanjut meskipun angkanya belum tentu sama besar dengan yang dicapai saat ini. "Ini baru (tahun) pertama, dan kebetulan memang sedang banyak-banyaknya pelatihan," ujar Lies.
Demikian diungkapkan oleh VP bidang HR BNI Lies Purwani dalam perbincangan dengan PortalHR.com di Jakarta. E-learning hanyalah salah satu dari buah pembaruan yang dilakukan BNI dalam Human Capital Management System (HCMS) yang telah diotomatisasikan dengan Human Resourse Information System (HRIS).
Penghematan lain yang dicapai berkat otomatisasi HCMS adalah biaya survei, tes-tes tertentu untuk karyawan, asessment sampai ke sistem penggajian itu sendiri. Namun, Lies buru-buru menegaskan bahwa penghematan itu tentu saja tergantung dari skala perusahaan. "BNI kan besar, pegawai kita banyak ada di mana-mana dari Aceh sampai ujung Papua, bahkan sampai ke luar negeri. Nah, penghematan paling besar kita peroleh dari pelatihan," jelas dia.
"Biasanya kalau pelatihan teman-teman kita datangkan ke Jakarta atau ke wilayah. Dengan e-learning biaya transpor bisa dipangkas, ini menjadi komponen terbesar penghematan, selain dari uang saku, penginapan dan uang makan," tambah Lies.
Sedangkan untuk sistem penggajian, otomatisasi telah memangkas biaya-biaya yang sebelumnya diperlukan untuk perhitungan manual yang harus dikerjakan oleh pegawai bagian umum masing-masing divisi. "Dulu, uang lembur, pajak non rutin, DOP, uang cuti, uang makan, dihitung secara manual," ujar dia.
Lies Purwani mengakui bahwa pembaruan sistem yang dicanangkan sejak Oktober 2005 tersebut memunculkan pro Dan kontra. Sebab, tidak dapat dimungkiri bahwa di balik penghematan-penghematan besar yang dicapai, ada fasilitas-fasilitas tertentu yang dirasakan hilang oleh karyawan. Bahkan, ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dihapus
Namun, Lies melihat dari sisi lain. "Oke, ada pekerjaan yang hilang tapi kita justru bisa lebih fokus, orang-orangnya kira re-deploy, dilatih lagi dan dibekali untuk mengisi unit bisnis pada divisi lain," jelas dia sambil merinci ada sekitar 47 pegawai yang di-redeploy dari bagian umum ke unit bisnis dan unit lainnya setelah adanya sentralisasi sistem penggajian dan otomasi pekerjaan-pekerjaan administratif lainnya.
Sedangkan untuk pelatihan, dengan adanya e-learning, para karyawan dari daerah merasa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan ke Jakarta atau wilayah-wilayah lainnya. "Kembali ke komunikasinya," tegas Lies. "KIta jelaskan ke karyawan bahwa e-learning tak menghilangkan segalanya, karena tak semua pelatihan toh bisa lewat online, ada yang memerlukan interaktif dan role play sehingga kesempatan untuk datang ke Jakarta masih ada".
Menurut Manajer HRIS BNI Sumarno, berbagai pro-kontra, silang pendapat dan keberatan yang muncul dari perubahan besar yang terjadi di BNI memang harus diterima dan dikelola dengan baik sebagai bagian dari perubahan paradigma.
"Dari awal kita telah melakukan sosialisasi, kita jelaskan bahwa kita akan mengganti sistem termasuk sistem HR karena secara keseluruhan sistem perbankannya juga berubah, mengikuti perkembangan HR yang makin strategis," ujar dia.
Selain sosialisasi dari awal, perusahaan juga memberikan stimulus-stimulus untuk mensukseskan program perubahan yang dilakukan. "Misalnya, kita ada program Learner Award untuk pegawai yang aktif melakukan pembelajaran melalui e-learning. Award tersebut berupa insentif sejumlah rupiah tertentu bagi yang telah menyelesaikan courseware, hadiah laptop bagi best performers hingga training ke luar negeri," papar Sumarno.
Toh, dengan semua upaya tersebut, tantangan selalu ada. Kuncinya, baik Lies Purwani maupun Sumarno sepakat, program-program tersebut harus selaras dengan strategi bisnis dan komitmen dari line dan top management. Dan, yang penting, semua itu harus terintegrasi. "Sejauh ini kita boleh dibilang sukses karena memiliki HRIS yang mendukung," ujar Sumarno.
Menurut Lies, beberapa inisiatif sudah menunjukkan hasil, misalnya produktivitas karyawan meningkat. "Diharapkan, dengan adanya perubahan sistem dan paradigma ini, karyawan bisa semakin engange, dan itu artinya tidak hanya senang kerja di sini, tapi terus mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kinerja perusahaan."
Sedangkan, untuk penghematan tadi, Lies yakin akan terus berlanjut meskipun angkanya belum tentu sama besar dengan yang dicapai saat ini. "Ini baru (tahun) pertama, dan kebetulan memang sedang banyak-banyaknya pelatihan," ujar Lies.